DNA.
1.1 SIFAT KIMIA DAN FISIKA
DNA
Dibawah ini diuraikan beberapa sifat
fisika-kimia dari DNA. Sifat-sifat tersebut adalah stabilitas DNA, pengaruh
asam, pengaruh alkali, denaturasi kimia, viskositas, dan kerapatan apung.
a. Stabilitas DNA
Ketika kita melihat struktur
tangga berpilin molekul DNA sepintas akan nampak bahwa struktur tersebut
menjadi stabil akibat adanya ikatan hidrogen di antara basa-basa yang
berpasangan. Tetapi, sebenarnya Ikatan hidrogen di antara pasangan-pasangan
basa hanya akan sama kuatnya dengan ikatan hidrogen antara basa dan molekul air
apabila DNA berada dalam bentuk rantai tunggal. Jadi, ikatan hidrogen jelas
tidak berpengaruh terhadap stabilitas struktur asam nukleat, tetapi sekedar
menentukan spesifitas perpasangan basa.
Penentu stabilitas
struktur DNA terletak pada interaksi penempatan (stacking interactions)
antara pasangan-pasangan basa. Permukaan basa yang bersifat hidrofobik
menyebabkan molekul-molekul air dikeluarkan dari sela-sela perpasangan basa
sehingga perpasangan tersebut menjadi kuat.
b. Pengaruh asam
Di dalam asam pekat dan suhu
tinggi, misalnya HClO4 dengan suhu lebih dari 100ºC,DNA akan
mengalami hidrolisis sempurna menjadi komponen-komponennya. Namun, di dalam
asam mineral yang lebih encer, hanya ikatan glikosidik antara gula dan basa
purin saja yang putus sehingga asam nukleat dikatakan bersifat apurinik.
c. Pengaruh alkali
Pengaruh alkali terhadap DNA
mengakibatkan terjadinya perubahan status tautomerik basa. Sebagai
contoh, peningkatan pH akan menyebabkan perubahan struktur guanin dari bentuk
keto menjadi bentuk enolat karena molekul tersebut kehilangan sebuah proton.
Selanjutnya, perubahan ini akan menyebabkan terputusnya sejumlah ikatan
hidrogen sehingga pada akhirnya rantai ganda DNA mengalami denaturasi.
d. Denaturasi kimia
Sejumlah bahan kimia diketahui
dapat menyebabkan denaturasi DNA pada pH netral. Contoh yang paling dikenal
adalah urea (CO(NH2)2) dan formamid (COHNH2).
Pada konsentrasi yang relatif tinggi, senyawa-senyawa tersebut dapat merusak
ikatan hidrogen. Artinya, stabilitas struktur sekunder DNA menjadi berkurang
dan rantai ganda mengalami denaturasi.
e. Viskositas
DNA kromosom dikatakan mempunyai nisbah
aksial yang sangat tinggi karena diameternya hanya sekitar 2 nm, tetapi
panjangnya dapat mencapai beberapa sentimeter. Dengan demikian, DNA tersebut
berbentuk tipis memanjang. Selain itu, DNA merupakan molekul yang relatif kaku
sehingga larutan DNA akan mempunyai viskositas yang tinggi. Karena sifatnya
itulah molekul DNA menjadi sangat rentan terhadap fragmentasi fisik. Hal ini
menimbulkan masalah tersendiri ketika kita hendak melakukan isolasi DNA yang
utuh.
f. Kerapatan apung
Analisis dan pemurnian DNA dapat
dilakukan sesuai dengan kerapatan apung (bouyant density)-nya. Di dalam
larutan yang mengandung garam pekat dengan berat molekul tinggi, misalnya
sesium klorid (CsCl) 8M, DNA mempunyai kerapatan yang sama dengan larutan
tersebut, yakni sekitar 1,7 g/cm3. Jika larutan ini
disentrifugasi dengan kecepatan yang sangat tinggi, maka garam CsCl yang pekat
akan bermigrasi ke dasar tabung dengan membentuk gradien kerapatan.
Begitu juga, sampel DNA akan bermigrasi menuju posisi gradien yang sesuai
dengan kerapatannya. Teknik ini dikenal sebagai sentrifugasi seimbang dalam
tingkat kerapatan (equilibrium density gradient centrifugation) atau
sentrifugasi isopiknik.
g. Sifat-sifat
Spektroskopik-Termal Asam Nukleat
Sifat spektroskopik-termal DNA
meliputi kemampuan absorpsi sinar UV, hipokromisitas, serta denaturasi termal
dan renaturasi DNA Masing-masing akan dibicarakan sekilas berikut ini.
Absorpsi UV
DNA dapat mengabsorpsi sinar UV
karena adanya basa nitrogen yang bersifat aromatik; fosfat dan gula tidak
memberikan kontribusi dalam absorpsi UV. Panjang gelombang untuk absorpsi
maksimum oleh DNA adalah 260 nm atau dikatakan λmaks = 260 nm. Nilai ini jelas sangat berbeda dengan nilai
untuk protein
yang mempunyai λmaks = 280 nm. Sifat-sifat absorpsi DNA dapat
digunakan untuk deteksi, kuantifikasi, dan perkiraan kemurniannya.
Hipokromisitas
Meskipun
λmaks untuk DNA dan
RNA konstan, ternyata ada perbedaan nilai yang bergantung kepada lingkungan di sekitar basa berada.
Dalam hal ini, absorbansi pada λ 260 nm (A260)
memperlihatkan variasi di antara basa-basa pada kondisi yang berbeda. Nilai
tertinggi terlihat pada nukleotida yang diisolasi, nilai sedang diperoleh pada
molekul DNA rantai tunggal (ssDNA) atau RNA, dan nilai terendah dijumpai pada
DNA rantai ganda (dsDNA). Efek ini disebabkan oleh pengikatan basa di dalam
lingkungan hidrofobik. Istilah klasik untuk menyatakan perbedaan nilai
absorbansi tersebut adalah hipokromisitas. Molekul dsDNA dikatakan relatif
hipokromik (kurang berwarna) bila dibandingkan dengan ssDNA. Sebaliknya, ssDNA
dikatakan hiperkromik terhadap dsDNA.
Denaturasi termal dan renaturasi
Di atas telah disinggung bahwa
beberapa senyawa kimia tertentu dapat menyebabkan terjadinya denaturasi DNA.
Ternyata, panas juga dapat menyebabkan denaturasi asam nukleat. Proses
denaturasi ini dapat diikuti melalui pengamatan nilai absorbansi yang meningkat
karena molekul rantai ganda (pada dsDNA) akan berubah menjadi molekul rantai
tunggal.
Denaturasi termal pada DNA, terjadi
sangat cepat dan bersifat koperatif karena denaturasi pada kedua ujung molekul
dan pada daerah kaya AT akan mendestabilisasi daerah-daerah di sekitarnya.
Suhu ketika molekul DNA mulai
mengalami denaturasi dinamakan titik leleh atau melting
temperature (Tm). Nilai Tm
merupakan fungsi kandungan GC sampel DNA, dan berkisar dari 80 ºC hingga 100ºC
untuk molekul-molekul DNA yang panjang.
DNA yang mengalami denaturasi
termal dapat dipulihkan (direnaturasi) dengan cara didinginkan. Laju
pendinginan berpengaruh terhadap hasil renaturasi yang diperoleh. Pendinginan
yang berlangsung cepat hanya memungkinkan renaturasi pada beberapa
bagian/daerah tertentu. Sebaliknya, pendinginan yang dilakukan perlahan-lahan
dapat mengembalikan seluruh molekul DNA ke bentuk rantai ganda seperti semula.
Renaturasi yang terjadi antara daerah komplementer dari dua rantai asam nukleat
yang berbeda dinamakan hibridisasi.
1.2 struktur kimia dan fisik dna
DNA adalah
polimer dari nukleotida-nukleotida. Nukleotida-nukleotida dalamDNA dihubungkan
satu dengan yang lainnya oleh ikatan fosfodiester, yaitu ikatan yang terjadi
antara Carbon katida dari satu nukleotida terdiri dari sebuah gula pantosa
(deoksiribosa), satu buah fosfat dan satu basa nitrogen. Basa nitrogen tersebut
berikatan dengan carbon pertama dari gula deoksiribosa, sedangkan fosfat
berikatan dengan Carbon kelima dari gula yang sama. Basa nitrogen yang menyusun
nukleotida dikelompokan menjadi 2 yaitu:
1.
Purine, yaitu basa nitrogen yang strukturnya berupa dua
cincin. Termasuk diantaranya adalah : adenin dan guanin.
2.
Primidin, yaitu basa nitrogen yang strukturnya berupa
satu cincin. Termasuk diantaranya adalah : citosin dan timin.
Struktur kimia Dan fisik dna
1. Setiap molekul
DNA terdiri dari sub unit deoksiribonukleotida monofosfat. Setiap unit tersebut
tersusun dari kelompok fosfat yang berikatan dengan gula pada atom karbon no. 5
dengan Carbon no.3 dari gula berikutnya disebut ikatan fosfodiester (Wolf,
1993)
Menurut Hukum Chargaff susunAN dna: Chargaff meneliti
proporsi relatif dari purin dan purimidin dalam suatu DNA dari sejumlah
organisma. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam DNA dari organisma
apapun jumlah A=T dan C=G. Dengan menggunakan difraksi sinar X diketahui bahwa
DNA mempunyai susunan helix.
2.
Dua rantai polinukleotida tersebut tersusun dalam “a
coiled double helix”.
3.
Rantai gula dan fosfat membentuk rangka luar dari
helix. Basa nitrogen-basa nitrogen yang
melekat pada gula menonjol ke dalam pusat helix.
4.
Jarak antara 2 strand adalah 1,1 nm yang diisi oleh basa
nitrogen
5.
Jarak antara 2 basa adalah 3,4 A
6.
Setiap putaran dalam helix terdapat 10 basa
7.
Setiap putaran dalam helix mempunyai jarak 34 A Kedua stran (rantai 1polinukleotida) anti
paralel artinya suatu rantai mempunyai arah yang berlawanan dengan rantai
pasangannya. Misalnya suatu stran berakhir dengan gugus 5 fosfat sedang rantai
pasangannya berakhir dengan gugus 3 OH (hidroksil).
8.
Kedua rantai polinukleotida komplementer artinya urytan
nukleotida pada suatu rantai menentukan urutan nukleotida pada rantai
pasangannya.
9.
Antara satu basa nitrogen dengan basa pasangannya
dihubungkan oleh ikatan hidrogen.
*) Dua ikatan hidrogen antara A dan T
*) Tiga
ikatan hidrogen antara C dan G
10. Basa
nitrogen A hanya dapat berpasangan dengan T, sedangkan C dengan G
11.Kemungkinan
jumlah urutan basa adalah tidak terbatas, urutan yang berbeda menkode informasi
yang berlainan.
1.3 Fungsi DNA sebagai Materi Genetik
DNA sebagai materi genetik pada sebagian besar
organisme harus dapat
menjalankan tiga macam fungsi pokok berikut ini.
1. DNA harus mampu menyimpan informasi genetik
dan dengan tepat dapat
meneruskan informasi tersebut dari tetua kepada
keturunannya, dari generasi ke generasi. Fungsi ini merupakan fungsi
genotipik, yang dilaksanakan melalui replikasi.
2. DNA harus mengatur perkembangan fenotipe
organisme. Artinya, materi genetik harus mengarahkan pertumbuhan dan
diferensiasi organisme mulai dari zigot hingga individu dewasa. Fungsi ini
merupakan fungsi fenotipik, yang dilaksanakan melalui ekspresi gen
3. DNA sewaktu-waktu harus
dapat mengalami perubahan sehingga organisme yangbersangkutan akan mampu
beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berubah
1.4 Replikasi DNA
Ada tiga cara teoretis replikasi DNA yang pernah
diusulkan, yaitu konservatif
semikonservatif, dan dispersif.
Pada replikasi konservatif seluruh tangga
berpilin DNAawal tetap dipertahankan dan akan mengarahkan pembentukan tangga
berpilin baru.
Padareplikasi semikonservatif tangga berpilin
mengalami pembukaan terlebih dahulu sehinggakedua untai polinukleotida akan
saling terpisah. Namun, masing-masing untai ini tetapdipertahankan dan akan
bertindak sebagai cetakan (template) bagi pembentukan untapolinukleotida
baru.
Sementara itu, pada replikasi dispersif kedua
untai polinukleotidamengalami fragmentasi di sejumlah tempat. Kemudian,
fragmen-fragmen polinukleotidayang terbentuk akan menjadi cetakan bagi fragmen
nukleotida baru sehingga fragmen lama dan baru akan dijumpai berselang-seling
di dalam tangga berpilin yang baru.
Di antara ketiga cara replikasi DNA yang diusulkan tersebut, hanya cara
semikonservatif yang dapat dibuktikan kebenarannya melalui percobaan yang
dikenal dengan nama sentrifugasi seimbang dalam tingkat kerapatan atau equilibrium
density-gradient centrifugation. Percobaan ini dilaporkan hasilnya pada
tahun 1958 oleh M.S. Meselson dan F.W. Stahl.
Komponen utama Replikasi, adalah sebagai berikut
:
1. DNA cetakan, yaitu molekul DNA atau
RNA yang akan direplikasi.
2. Molekul deoksiribonukleotida, yaitu
dATP, dTTP, dCTP, dan dGTp. Deoksiribonukleotida terdiri atas tiga komponen
yaitu: (i) basa purin atau pirimidin, (ii) gula 5-karbon( deoksiribosa) dan
(iii) gugus fosfat.
3. Enzim DNA polimerase, yaitu enzim
utama yang mengkatalisi proses polimerisasi nukleotida menjadi untaian
DNA.
4. Enzim primase, yaitu enzim yang
mengkatalisis sintesis primer untuk memulai replikasi DNA. 5. Enzim pembuka ikatan untaian DNA induk,
yaitu enzim helikase dan enzim lain yang membantu proses tersebut yaitu
enzim girase.
6. Molekul protein yang menstabilkan untaian DNA
yang sudah terbuka,yaitu protein SSB (single strand binding protein).
7. Enzim DNA ligase, yaitu suatu enzim
yang berfungsi untuk menyambung fragmenfragmen DNA.
Sintesis untaian DNA yang baru akan dimulai
segera setelah kedua untaian DNA induk terpisah membentuk garpu replikasi
Pemisahan kedua untaian DNA induk dilakukan oleh enzim DNA helikase. Proses replikasi dimulai ketika enzim DNA helikase memisahkan dua
untai DNA heliks ganda, seperti ritsleting terbuka. Kemudian, setiap untai DNA
yang “lama” akan berfungsi sebagai cetakan yang menentukan urutan nukleotida di
sepanjang untai DNA komplementer baru yang bersesuaian dengan cara mendeteksi
basa komplemennya. Sintesis DNA berlangsung dengan orientasi 5'-P 3'-OH.
Oleh karena ada dua untaian DNA cetakan yang orientasinya berlawanan, maka
sintesis kedua untaian DNA baru juga berlangsung dengan arah geometris yang
berlawanan namun semuanya tetap dengan orientasi 5' 3'. Setelah mendapatkan pasangan yang sesuai,
nukleotida yang baru tersebut disambung satu sama lain untuk membentuk tulang
punggung gula-fosfat untai DNA yang baru. Jadi, setiap molekul DNA terdiri atas
satu untai DNA “lama” dan satu untai DNA “baru”. Sekarang, terdapat dua molekul
DNA yang sama persis dengan satu molekul DNA induk. Enzim DNA polimerase
memiliki fungsi lain, yaitu mengoreksi DNA yang baru terbentuk, membetulkan
setiap kesalahan replikasi, dan memperbaiki DNA yang rusak. Adanya fungsi
tersebut menjadikan rangkaian nukleotida DNA sangat stabil dan mutasi jarang
terjadi.
1.4 Transkripsi
telah disebutkan bahwa fungsi
dasar kedua yang harus dijalankan oleh DNA sebagai materi genetik adalah fungsi
fenotipik. Artinya, DNA harus mampu mengatur pertumbuhan dan diferensiasi
individu organisme sehingga dihasilkan suatu fenotipe tertentu. Fungsi
ini dilaksanakan melalui ekspresi gen, yang tahap pertamanya adalah proses
transkripsi, yaitu perubahan urutan basa molekul DNA menjadi urutan basa
molekul RNA. Dengan perkataan lain, transkripsi merupakan proses sintesis RNA
menggunakan salah satu untai molekul DNA sebagai cetakan (templat)nya.
Transkripsi mempunyai ciri-ciri
kimiawi yang serupa dengan sintesis/replikasi DNA, yaitu
1. Adanya sumber basa nitrogen berupa nukleosida
trifosfat. Bedanya dengan sumber basa untuk sintesis DNA hanyalah pada
molekul gula pentosanya yang tidak berupa deoksiribosa tetapi ribosa dan
tidak adanya basa timin tetapi digantikan oleh urasil. Jadi, keempat
nukleosida trifosfat yang diperlukan adalah adenosin trifosfat (ATP), guanosin
trifosfat (GTP), sitidin trifosfat (CTP), dan uridin trifosfat (UTP).
2. Adanya untai molekul DNA sebagai cetakan. Dalam hal
ini hanya salah satu di antara kedua untai DNA yang akan berfungsi sebagai
cetakan bagi sintesis molekul RNA. Untai DNA ini mempunyai urutan basa yang
komplementer dengan urutan basa RNA hasil transkripsinya, dan disebut sebagai pita
antisens. Sementara itu, untai DNA pasangannya, yang mempunyai urutan basa
sama dengan urutan basa RNA, disebut sebagai pita sens. Meskipun
demikian, sebenarnya transkripsi pada umumnya tidak terjadi pada urutan basa di
sepanjang salah satu untai DNA. Jadi, bisa saja urutan basa yang ditranskripsi
terdapat berselang-seling di antara kedua untai DNA.
3. Sintesis berlangsung dengan arah 5’→ 3’ seperti halnya
arah sintesis DNA.
4. Gugus 3’- OH pada suatu nukleotida bereaksi dengan
gugus 5’- trifosfat pada nukleotida berikutnya menghasilkan ikatan
fosofodiester dengan membebaskan dua atom pirofosfat anorganik (PPi). Reaksi
ini jelas sama dengan reaksi polimerisasi DNA. Hanya saja enzim yang bekerja
bukannya DNA polimerase, melainkan RNA polimerase. Perbedaan yang sangat
nyata di antara kedua enzim ini terletak pada kemampuan enzim RNA polimerase
untuk melakukan inisiasi sintesis RNA tanpa adanya molekul primer.
Secara garis besar transkripsi
berlangsung dalam empat tahap, yaitu pengenalan promoter, inisiasi, elongasi,
dan teminasi. Masing-masing tahap akan dijelaskan secara singkat sebagai
berikut.
Pengenalan promoter
Agar molekul DNA dapat digunakan
sebagai cetakan dalam sintesis RNA, kedua untainya harus dipisahkan satu sama
lain di tempat-tempat terjadinya penambahan basa pada RNA. Selanjutnya, begitu
penambahan basa selesai dilakukan, kedua untai DNA segera menyatu kembali.
Pemisahan kedua untai DNA pertama kali terjadi di suatu tempat tertentu, yang
merupakan tempat pengikatan enzim RNA polimerase di sisi 5’ (upstream)
dari urutan basa penyandi (gen) yang akan ditranskripsi. Tempat ini dinamakan promoter.
Inisiasi
Setelah mengalami pengikatan oleh
promoter, RNA polimerase akan terikat pada suatu tempat di dekat promoter, yang
dinamakan tempat awal polimerisasi atau tapak inisiasi (initiation
site). Tempat ini sering dinyatakan sebagai posisi +1 untuk gen yang
akan ditranskripsi. Nukleosida trifosfat pertama akan diletakkan di tapak
inisiasi dan sintesis RNA pun segera dimulai.
Elongasi
Pengikatan enzim RNA polimerase
beserta kofaktor-kofaktornya pada untai DNA cetakan membentuk kompleks
transkripsi. Selama sintesis RNA berlangsung kompleks transkripsi akan
bergeser di sepanjang molekul DNA cetakan sehingga nukleotida demi nukleotida
akan ditambahkan kepada untai RNA yang sedang diperpanjang pada ujung 3’ nya.
Jadi, elongasi atau polimerisasi RNA berlangsung dari arah 5’ ke 3’, sementara
RNA polimerasenya sendiri bergerak dari arah 3’ ke 5’ di sepanjang untai DNA
cetakan.
Terminasi
Berakhirnya polimerisasi RNA
ditandai oleh disosiasi kompleks transkripsi atau terlepasnya enzim RNA polimerase
beserta kofaktor-kofaktornya dari untai DNA cetakan. Begitu pula halnya dengan
molekul RNA hasil sintesis. Hal ini terjadi ketika RNA polimerase mencapai
urutan basa tertentu yang disebut dengan terminator.
Terminasi transkripsi dapat
terjadi oleh dua macam sebab, yaitu terminasi yang hanya bergantung kepada
urutan basa cetakan (disebut terminasi diri) dan terminasi yang memerlukan
kehadiran suatu protein khusus (protein rho). Di antara keduanya
terminasi diri lebih umum dijumpai. Terminasi diri terjadi pada urutan basa palindrom
yang diikuti oleh beberapa adenin (A). Urutan palindrom adalah urutan yang sama
jika dibaca dari dua arah yang berlawanan. Oleh karena urutan palindom ini
biasanya diselingi oleh beberapa basa tertentu, maka molekul RNA yang dihasilkan
akan mempunyai ujung terminasi berbentuk batang dan kala (loop) seperti
pada Gambar 5.1.
Inisiasi transkripsi tidak harus
menunggu selesainya transkripsi sebelumnya. Hal ini karena begitu RNA
polimerase telah melakukan pemanjangan 50 hingga 60 nukleotida, promoter dapat
mengikat RNA polimerase yang lain. Pada gen-gen yang ditranskripsi dengan cepat
reinisiasi transkripsi dapat terjadi berulang-ulang sehingga gen tersebut akan
terselubungi oleh sejumlah molekul RNA dengan tingkat penyelesaian yang berbeda-beda.
1.5 Faktor-faktor Penentu
Struktur DNA
Struktur untaian (helix)
DNA ditentukan oleh tumpukan (stacking) basa-basa nukleotida berdekatan
yang ada pada satu untai, sedangkan struktur untai-gandanya ditentukan oleh
ikatan hidrogen antara basa-basa yang berpasangan.
a.
Tumpukan-basa
Basa-basa purin dan pirimidin
yang menyusun molekul DNA terletak pada suatu bidang datar yang tegak lurus
terhadap aksis untaian DNA. Oleh karena itu, molekul DNA dapat dianggap sebagai
tumpukan-basa-basa nukleotida.
b. Ikatan hidrogen
Pada molekul DNA, ikatan hidrogen
berperanan di dalam membentuk struktur heliks antara untaian yang berpasangan.
Pasangan antara nukleotida A-T ditentukan oleh adanya dua ikatan hidrogen,
sedangkan antara G-C ditentukan oleh adanya tiga ikatan hidrogen.
c. Kandungan DNA dan kapasitas
genetik
Semakin kompleks suatu jasad maka
semakin besar pula kandungan DNA-nya per sel haploid (dikenal seagai C value).
Jasad yang mempunyai nilai-C yang lebih besar tidak selalu berarti mempunyai
lebih banyak gen dibanding dengan jasad yang nilai-C-nya kecil. C value
paradox dapat terjadi karena beberapa kelompok jasad mempunyai banyak
urutan basa DNA yang tidak mengkode asam amino (non-coding DNA). Urutan basa
DNA semacam ini banyak terdapat pada bagian intron dan urutan berulang (repetitive
DNA).
d. Enzim yang dapat
mendepolimerisasi DNA
Molekul DNA dapat
didepolimerisasi menjadi komponen dasar penyusunnya (yaitu nukleotida) dengan
menggunakan enzim nuklease. Enzim nuklease terdiri atas beberapa tipe yang
secara umum dibedakan menjadi (1) DNase (mendepolimerisasi DNA) dan (2) RNase
(mendepolimerisasi RNA). DNase ada yang hanya memotong molekul DNA
untai-tunggal dan ada yang hanya memotong DNA untai-ganda. DNase dapat
dibedakan lagi menjadi 2 macam, yaitu: (1) eksonuklease, yaitu DNase yang
memotong DNA dari ujung molekul 5’ atau dari ujung 3’, dan (2) endonuklease,
yaitu DNase yang memotong DNA dari bagian dalam untaian DNA.
1.6 sekuening DNA
Prinsip Sekuensing DNA
Molekul DNA rekombinan yang
memperlihatkan hasil positif dalam reaksi hibridisasi dengan fragmen pelacak
sangat diduga sebagai molekul yang membawa fragmen sisipan atau bahkan gen yang
diinginkan. Namun, hal ini masih memerlukan analisis lebih lanjut untuk
memastikan bahwa fragmen tersebut benar-benar sesuai dengan tujuan kloning.
Analisis antara lain dapat dilakukan atas dasar urutan (sekuens) basa fragmen
sisipan.
Penentuan urutan (sekuensing)
basa DNA pada prinsipnya melibatkan produksi seperangkat molekul/fragmen DNA
yang berbeda-beda ukurannya tetapi salah satu ujungnya selalu sama.
Selanjutnya, fragmen-fragmen ini dimigrasikan/dipisahkan menggunakan elektroforesis
gel poliakrilamid atau polyacrylamide gel electrophoresis (PAGE)
agar pembacaan sekuens dapat dilakukan. Di bawah ini akan diuraikan sekilas
dua macam metode sekuensing DNA.
Metode Maxam-Gilbert
Metode sekuensing DNA yang
pertama dikenal adalah metode kimia yang dikembangkan oleh A.M. Maxam
dan W. Gilbert pada tahun 1977. Pada metode ini fragmen-fragmen DNA yang akan
disekuens harus dilabeli pada salah satu ujungnya, biasanya menggunakan fosfat
radioaktif atau suatu nukleotida pada ujung 3’. Metode Maxam-Gilbert dapat
diterapkan baik untuk DNA untai ganda maupun DNA untai tunggal dan melibatkan
pemotongan basa spesifik yang dilakukan dalam dua tahap.
Molekul DNA terlebih dahulu
dipotong-potong secara parsial menggunakan piperidin. Pengaturan masa inkubasi
atau konsentrasi piperidin akan menghasilkan fragmen-fragmen DNA yang
bermacam-macam ukurannya. Selanjutnya, basa dimodifikasi menggunakan
bahan-bahan kimia tertentu. Dimetilsulfat (DMS) akan memetilasi basa G, asam
format menyerang A dan G, hidrazin akan menghidrolisis C dan T, tetapi garam
yang tinggi akan menghalangi reaksi T sehingga hanya bekerja pada C. Dengan
demikian, akan dihasilkan empat macam fragmen, masing-masing dengan ujung G,
ujung A atau G, ujung C atau T, dan ujung C.
Hasil
dari metode ini dapat diketahui sekuens fragmen DNA yang dipelajari atas dasar
laju migrasi masing-masing pita. Lajur kedua berisi fragmen-fragmen yang salah
satu ujungnya adalah A atau G. Untuk memastikannya harus dilihat pita-pita pada
lajur pertama. Jika pada lajur kedua terdapat pita-pita yang posisi migrasinya
sama dengan posisi migrasi pada lajur pertama, maka dapat dipastikan bahwa pita-pita
tersebut merupakan fragmen yang salah satu ujungnya adalah G. Sisanya adalah
pita-pita yang merupakan fragmen dengan basa A pada salah satu ujungnya. Cara
yang sama dapat kita gunakan untuk memastikan pita-pita pada lajur ketiga,
yaitu dengan membandingkannya dengan pita-pita pada lajur keempat.
Seperti halnya pada elektroforesis
gel agarosa laju migrasi pita
menggambarkan ukuran fragmen. Makin kecil ukuran fragmen, makin cepat
migrasinya. Dengan demikian, ukuran fragmen pada contoh tersebut di atas dapat
diurutkan atas dasar laju/posisi migrasinya. Jadi, kalau diurutkan dari yang
terkecil hingga yang terbesar, hasilnya adalah fragmen-fragmen dengan ujung
TTGCCCCGCGTGGCGCAAAGG. Inilah sekuens fragmen DNA yang dipelajari.
Metode Sanger
Dewasa ini metode sekuensing
Maxam-Gilbert sudah sangat jarang digunakan karena ada metode lain yang jauh
lebih praktis, yaitu metode dideoksi yang dikembangkan oleh A. Sanger dan
kawan-kawan pada tahun 1977 juga.
Metode Sanger pada dasarnya
memanfaatkan dua sifat salah satu subunit enzim DNA polimerase yang disebut
fragmen klenow. Kedua sifat tersebut adalah kemampuannya untuk menyintesis DNA
dengan adanya dNTP dan ketidakmampuannya untuk membedakan dNTP dengan ddNTP.
Jika molekul dNTP hanya kehilangan gugus hidroksil (OH) pada atom C nomor 2
gula pentosa, molekul ddNTP atau dideoksi nukleotida juga mengalami kehilangan
gugus OH pada atom C nomor 3 sehingga tidak dapat membentuk ikatan
fosfodiester. Artinya, jika ddNTP disambungkan oleh fragmen klenow dengan suatu
molekul DNA, maka polimerisasi lebih lanjut tidak akan terjadi atau terhenti.
Basa yang terdapat pada ujung molekul DNA ini dengan sendirinya adalah basa
yang dibawa oleh molekul ddNTP.
Dengan dasar pemikiran itu
sekuensing DNA menggunakan metode dideoksi dilakukan pada empat reaksi yang
terpisah. Keempat reaksi ini berisi dNTP sehingga polimerisasi DNA dapat
berlangsung. Namun, pada masing-masing reaksi juga ditambahkan sedikit ddNTP
sehingga kadang-kadang polimerisasi akan terhenti di tempat -tempat tertentu sesuai
dengan ddNTP yang ditambahkan. Jadi, di dalam tiap reaksi akan dihasilkan
sejumlah fragmen DNA yang ukurannya bervariasi tetapi ujung 3’nya selalu
berakhir dengan basa yang sama. Sebagai contoh, dalam reaksi yang mengandung
ddATP akan diperoleh fragmen-fragmen DNA dengan berbagai ukuran yang semuanya
mempunyai basa A pada ujung 3’nya.
Untuk melihat ukuran
fragmen-fragmen hasil sekuensing tersebut dilakukan elektroforesis menggunakan
gel poliakrilamid sehingga akan terjadi perbedaan migrasi sesuai dengan
ukurannya masing-masing. Setelah ukurannya diketahui, dilakukan pengurutan
fragmen mulai dari yang paling pendek hingga yang paling panjang, yaitu fragmen
dengan ujung C (satu basa) hingga fragmen dengan ujung G (sembilan basa).
Dengan demikian, hasil sekuensing yang diperoleh adalah CCACGTATG. Urutan basa
DNA yang dicari adalah urutan yang komplementer dengan hasil sekuensing ini,
yaitu GGTGCATAC.
Ketika sekuens suatu fragmen DNA
telah diketahui, hanya ada sedikit sekali gambaran yang dapat diperoleh dari
sekuens tersebut. Analisis sekuens perlu dilakukan untuk mengetahui beberapa
karakteristik pentingnya seperti peta restriksi, rangka baca, kodon awal dan
kodon akhir, atau kemungkinan tempat promoternya. Di samping itu, perlu juga
dipelajari hubungan kekerabatan suatu sekuens baru dengan beberapa sekuens
lainnya yang telah terlebih dahulu diketahui. Biasanya, analisis semacam itu
dilakukan menggunakan paket-paket perangkat lunak, misalnya paket GCG
Universitas Wisconsin dan DNAstar.
Proyek-proyek Sekuensing Genom
Sejalan dengan berkembangnya
mesin-mesin sekuensing DNA automatis (automatic DNA sequencer), sejumlah
organisasi telah memberikan perhatian dan dukungan dana bagi penentuan sekuens
genom berbagai spesies organisme penting. Beberapa genom yang ukurannya sangat
kecil seperti genom virus HIV dan fag λ telah disekuens seluruhnya. Genom sejumlah
bakteri, misalnya E. coli (4,6 x 106 pb), dan khamir Saccharomyces
cerevisiae (2,3 x 107 pb) juga telah selesai disekuens.
Sementara itu, proyek sekuensing genom tanaman Arabidopsis thaliana (6,4
x 107 pb) dan nematoda Caenorhabditis elegans saat ini
masih berlangsung. Proyek Genom Manusia (Human Genom Project), yang
diluncurkan pada tahun 1990 dan sebenarnya diharapkan selesai pada tahun 2005,
ternyata berakhir dua tahun lebih cepat daripada jadwal yang telah ditentukan.
Pada genom manusia dan
genom-genom lain yang berukuran besar biasanya dilakukan pemetaan kromosom
terlebih dahulu untuk mengetahui lokus-lokus gen pada tiap kromosom.
Selanjutnya, perpustakaan gen untuk suatu kromosom dikonstruksi menggunakan
vektor YACs (lihat Bab XI) dan klon-klon YACs yang saling tumpang tindih
diisolasi hingga panjang total kromosom tersebut akan tercakup. Demikian
seterusnya untuk kromosom-kromosom yang lain hingga akhirnya akan diperoleh
sekuens genom total yang sambung-menyambung dari satu kromosom ke kromosom
berikutnya
1.7 kerusakan DNA
DNA adalah molekul
sel yang sangat rentan terhadap kerusakan. Kerusakan DNA adalah perubahan dalam
strutur dasar dan dan fungsi rantai DNA. paparan radiasi, trauma fisik, bahan
kimia dan bahkan metabolisme normal DNA dapat menimbulkan timbulnya bermacam
lesi DNA.
Penyebab kerusakan
DNA sendiri dapat dibagi dalam dua faktor. Faktor intrinsik meliputi oksigen
dan hasil metabolismenya (ROS), rekombinasi sintesis imunoglobulin dan
kegagalan proses replikasi DNA. Sedangkan faktor ekstrinsik tergantung kadar
dan durasi rangsangan, yang akan mempengaruhi sensitifitas sel, meliputi
irradiasi sel, misalnya ultra violet radiation (UVR), ionizing radiation (IR)
yang akan menyebabkan cross link dan rusaknya rantai DNA. Selain itu bahan
kimia yang bersifat mutagenik/karsinogenik juga dapat mempengaruhi integritas
DNA dan replikasinya.
Kerusakan DNA
berpengaruh pada struktur rantai Double helix DNA, adanya kerusakn DNA
menyebabkan rantai dna tidak berpasangan dengan rantai dna yang seharusnya,
atau mendapat pasangan rantai baru yang tidak sesuai
Kerusakan DNA
dapat menyebabkan terjadinya delesi. Delesi adalah salah satu macam perubahan
struktur kromosom, yaitu hilangnya suatu segmen dari kromosom beserta gen-gen
yang terdapat padanya. Adanya delesi biasanya karena pengaruh penyinaran dengan
sinar X, radioaktif serta bahan lain yang berpengaruh kuat.
Delesi dapat terjadi apabila sebuah kromosom putus di dua tempat, sehingga
bagian yang putus akan melepaskan diri dan tertinggal dalam plasma dan akan
hilang.
Daftar Pustaka
Poedjiadi, Anna. 2005.Dasar-dasar Biokimia.UI press.Jakarta
Stryer, L.
1988, Biochemistry, thrid edition. Stanford University, W.H. Freeman and
Company, New York
Wolf, L.S.,
1993, Molecular and cellular Biology. California: Wardsworth Publishing
Company
D. L. Nelson and M. M. Cox. Lehninger Principles
of Biochemistry. Worth Publishers, 3rd edition, 2000.