Rabu, 29 Februari 2012

biokimia 2



Struktur dan Sifat-Sifat Asam Amino
Asam amino adalah senyawa organik penyusun protein terdiri dari gugus karboksil (-COOH) dan gugus amina( NH2) serta gugus -R yang membedakan antara asam amino satu dan yang lainnya, mereka terikat pada satu karbon C(www. Wikipedia.org, 2010). Secara umum struktur asam amino adalah satu atom C mengikat empat gugus, gugus tersebut ialah gugus amina ( NH2), gugus karboksi; (-COOH), atom hidrogen (H) dan satu gugus sisa atau residu (-R). Atom pusat tersebut diberi nama Cα ("C-alfa") hal ini dikarenakan  bersebelahan dengan gugus karboksil (asam), dan penamaannya sesuia dengan senyawa yang bergugus karboksil yaitu atom C berikatan langsung dengan gugus karboksil, oleh karena gugus amina juga terikat pada atom Cα ("C-alfa") ini, maka senyawa tersebut dinamakan asam α-amino( www.idonbiu.com, 2009).  sifat-sifat asam amino secara umum ialah sebagai berikut asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik non polar seperti eter, aseton dan klorofom, asam amino mempunyai titik lebur yang lebih tinggi dibandingkan asam karboksilat atau amina, bersifat elektrolit. Asam amino bersifat ion zwiter atau bersifat amfoter yaitu dapat bereaksi dengan asam maupun dengan basa( Michael purba, 2007)
Berdasarkan rantai samping atau gugus – R asam amino dibedakan menjadi 20 macam. Jika gugus berbeda maka jenis asam amino pun berbeda. Asam amino tersebut adalah
1.    Alanin
      http://www.indstate.edu/thcme/mwking/alanine.jpgAlanin (Ala) atau asam 2-aminopropanoat merupakan salah satu asam amino bukan esensial. Bentuk yang umum di alam adalah L-alanin (S-alanin) meskipun terdapat pula bentuk D-alanin (R-alanin) pada dinding sel bakteri dan sejumlah antibiotika. L-alanin merupakan asam amino proteinogenik yang paling banyak dipakai dalam protein setelah leusin
            Gugus metil pada alanin sangat tidak reaktif sehingga jarang terlibat langsung dalam fungsi protein (enzim). Alanin dapat berperan dalam pengenalan substrat atau spesifisitas, khususnya dalam interaksi dengan atom nonreaktif seperti karbon.
2.    http://www.indstate.edu/thcme/mwking/glycine.jpgGlisin

            Glisin atau asam aminoetanoat adalah asam amino alami paling sederhana.  Asam amino ini bagi manusia bukan merupakan asam amino esensial karena tubuh manusia dapat mencukupi kebutuhannya. Glisin merupakan asam amino yang mudah menyesuaikan diri dengan berbagai situasi karena strukturnya sederhana. Secara umum protein tidak banyak mengandung glisin Glisin merupakan asam amino nonesensial bagi manusia. Glisin berperan dalam sistem saraf sebagai inhibitor neurotransmiter pada sistem saraf pusat (CNS).
3.    Valine
http://www.indstate.edu/thcme/mwking/valine.jpgValin adalah salah satu dari 20 asam amino penyusun protein yang dikode oleh DNA.  valina termasuk kelompok asam amino esensial.Sifat valin dalam air adalah hidrofobik (‘takut air’) karena ia tidak bermuatan.
4.    http://www.indstate.edu/thcme/mwking/leucine.jpgLeusin


Leusin merupakan asam amino yang paling umum dijumpai pada protein. Ia mutlak diperlukan dalam perkembangan anak-anak dan dalam kesetimbangan nitrogen bagi orang dewasa. Leusin tergolong asam amino esensial bagi manusia.
5.  Isoleusin
http://www.indstate.edu/thcme/mwking/isoleuc.jpg

         Isoleusina adalah satu dari asam amino penyusun protein yang dikode oleh DNA. Rumus kimianya sama dengan leusinhidrofobik (tidak larut dalam air) dan esensial bagi manusia. tetapi susunan atom-atomnya berbeda.
6. Serine
http://www.indstate.edu/thcme/mwking/serine.jpgSerin merupakan asam amino penyusun protein yang umum ditemukan pada protein hewan. Protein mamalia hanya memiliki L-serin. Serin bukan merupakan asam amino esensial bagi manusia. Serin penting bagi metabolisme karena terlibat dalam biosintesis senyawa-senyawa purin dan pirimidin, sistein, triptofan (pada bakteria), dll .Sebagai penyusun enzim, serin sering memainkan peran penting dalam fungsi katalisator enzim.
7. Treonin
http://www.indstate.edu/thcme/mwking/threonin.jpgTreonin merupakan salah satu dari 20 asam amino penyusun protein. Bagi manusia, treonina bersifat esensial. Tubuh manusia tidak memiliki enzim pembentuk treonina namun manusia memerlukannya, sehingga treonina esensial (secara gizi) bagi manusia.
8. Sistein
http://www.indstate.edu/thcme/mwking/cysteine.jpgSistein merupakan asam amino bukan esensial bagi manusia yang memiliki atom S, bersama-sama dengan metionin. Atom S ini terdapat pada gugus sulfihidril. Karena memiliki atom S, sistein menjadi sumber utama dalam sintesis senyawa-senyawa biologis lain yang mengandung belerang. Sistein dan metionin pada protein juga berperan dalam menentukan konformasi protein karena adanya ikatan hidrogen pada gugus sulfihidril
9. Metionin
http://www.indstate.edu/thcme/mwking/methioni.jpgMetionin, bersama-sama dengan sistein, adalah asam amino yang memiliki atom S. Asam amino ini penting dalam sintesis protein (dalam proses transkripsi, yang menerjemahkan urutan basa nitrogen di DNA untuk membentuk RNA) karena kode untuk metionin sama dengan kode awal (start) untuk suatu rangkaian RNA. Biasanya, metionin awal ini tidak akan terikut dalam protein yang kelak terbentuk karena dibuang dalam proses pascatranskripsi. Asam amino ini bagi manusia bersifat esensial.
10. Asam aspartat
http://www.indstate.edu/thcme/mwking/aspartat.jpgAsam aspartat merupakan satu dari 20 asam amino penyusun protein. Asam aspartat bersifat asam, dan dapat digolongkan sebagan asam karboksilat. Bagi mamalia aspartat tidaklah esensial.Fungsinya diketahui sebagai pembangkit neurotransmisi di otak dan saraf otot.
11. Asparagine
      http://www.indstate.edu/thcme/mwking/asparagi.jpgAsparagin merupakan asam amino pertama yang berhasil diisolasi. Namanya diambil karena pertama kali diperoleh dari jus asparagus.Asparagin diperlukan oleh sistem saraf untuk menjaga kesetimbangan dan dalam transformasi asam amino. Ia juga berperan dalam sintesis amonia.
12. Asam glutamat
http://www.indstate.edu/thcme/mwking/glutamat.jpgAsam glutamat termasuk asam amino yang bermuatan (polar) bersama-sama dengan asam aspartat. Ini terlihat dari titik isoelektriknya yang rendah yaitu (3, 2)  yang menandakan ia sangat mudah menangkap elektron (bersifat asam menurut Lewis). Asam glutamat dapat diproduksi sendiri oleh tubuh manusia sehingga tidak tergolong esensial.Ion glutamat merangsang beberapa tipe saraf yang ada di lidah manusia. Sifat ini dimanfaatkan dalam industri penyedap. Hal ini dimanfaatkan untuk membuat MSG.
13. Glutamin
http://www.indstate.edu/thcme/mwking/glutmine.jpgGlutamin adalah satu dari 20 asam amino yang memiliki kode pada kode genetik standar. Rantai sampingnya adalah suatu amida. Glutamina dibuat dengan mengganti rantai samping hidroksil asam glutamat dengan gugus fungsional amina. Glutamina merupakan bagian penting dari asimilasi nitrogen yang berlangsung pada tumbuhan. Amonia yang diserap tumbuhan atau hasil reduksi nitrit diikat oleh asam glutamat menjadi glutamina dengan bantuan enzim glutamin sintetase atau GS. Glutamin merupakan asam amino non esensial
14. Arginin
http://www.indstate.edu/thcme/mwking/arginine.jpgAsam amino arginin memiliki kecenderungan basa yang cukup tinggi akibat eksesi dua gugus amina pada gugus residunya. Asam amino ini tergolong setengah esensial bagi manusia (asam amino semiessensial) dan mamalia lainnya, tergantung pada tingkat perkembangan atau kondisi kesehatan.
15. Lisin
http://www.indstate.edu/thcme/mwking/lysine.jpgLisin merupakan asam amino penyusun protein yang dalam pelarut air bersifat basa, seperti juga histidin. Lisin tergolong esensial bagi manusia  Lisin menjadi kerangka bagi niasin (vitamin B1). Lisin juga dilibatkan dalam pengobatan terhadap penyakit herpes.
16. Histidin
http://www.indstate.edu/thcme/mwking/histidin.jpgHistidina merupakan satu dari 20 asam amino dasar yang ada dalam protein. Bagi manusia histidina merupakan asam amino yang esensial bagi anak-anak. Fungsi Histidina menjadi prekursor histamin, suatu amina yang berperan dalam sistem saraf, dan karnosin, suatu asam amino.
17.  Fenilalanin
http://www.indstate.edu/thcme/mwking/phenylal.jpg Fenilalanin adalah suatu asam amino penting dan banyak terdapat pada makanan, yang bersama-sama dengan asam amino tirosin dan triptofan merupakan kelompok asam amino aromatik yang memiliki cincin benzena.Fenilalanina bersama-sama dengan taurin dan triptofan merupakan senyawa yang berfungsi sebagai penghantar atau penyampai pesan (neurotransmitter) pada sistem saraf otak.Dalam keadaan normal, fenilalanina diubah menjadi tirosin dan dibuang dari tubuh.
18.  Tirosin
http://www.indstate.edu/thcme/mwking/tyrosine.jpgTirosin merupakan satu dari 20 asam amino penyusun protein. Ia memiliki satu gugus fenol (fenil dengan satu tambahan gugus hidroksil). Bentuk yang umum adalah L-tirosin (S-tirosin), yang juga ditemukan dalam tiga isomer struktur: para, meta, dan orto.Pembentukan tirosina menggunakan bahan baku fenilalanin oleh enzim Phe-hidroksilase. Enzim ini hanya membuat para-tirosin. Dua isomer yang lain terbentuk apabila terjadi “serangan” dari radikal bebas pada kondisi oksidatif tinggi (keadaan stress). tirosina memiliki peran kunci dalam pengaktifan beberapa enzim tertentu melalui proses fosforilasi (membentuk fosfotirosina). Bagi manusia, tirosin merupakan prekursor hormon tiroksin dan triiodotironin yang dibentuk di kelenjar tiroid, pigmen kulit melanin, dan dopamin, norepinefrin dan epinefrin.Tirosin tidak bersifat esensial bagi manusia. Oleh enzim tirosinahidroksilase, tirosin diubah menjadi DOPA yang merupakan bagian dari manajemen terhadap penyakit Parkinson.
19.  Triptofan
http://www.indstate.edu/thcme/mwking/tryptoph.jpgTriptofan merupakan satu dari 20 asam amino penyusun protein yang bersifat esensial bagi manusia. Bentuk yang umum pada mamalia adalah, seperti asam amino lainnya, L-triptofan. Meskipun demikian D-triptofan ditemukan pula di alam (contohnya adalah pada bisa ular laut kontrifan).Gugus fungsional yang dimiliki triptofan, indol, tidak dimiliki asam-asam amino dasar lainnya. Akibatnya, triptofan menjadi prekursor banyak senyawa biologis penting yang tersusun dalam kerangka indol. Triptofan adalah prekursor melatonin (hormon perangsang tidur), serotonin (suatu transmiter pada sistem saraf) dan niasin (suatu vitamin).
20. Prolin
http://www.indstate.edu/thcme/mwking/proline.jpgProlin merupakan satu-satunya asam amino dasar yang memiliki dua gugus samping yang terikat satu-sama lain (gugus amino melepaskan satu atom H untuk berikatan dengan gugus sisa). Akibat strukturnya ini, prolinahanya memiliki gugus amina sekunder (-NH-). Fungsi terpenting prolin tentunya adalah sebagai komponen protein. Sel tumbuh-tumbuhan tertentu yang terpapar kondisi lingkungan yang kurang cocok (misalnya kekeringan) akan menghasilkan prolin untuk menjaga keseimbangan osmotik sel. Prolin dibuat dari asam L-glutamat dengan prekursor suatu asam imino. Prolin bukan merupakan asam amino esensial bagi manusia.( su.jazz.openfun.org, -)
Klasifikasi asam amino dapat dilakukan berdasarkan rantai samping (gugus –R) dan sifat kelarutannya didalam air. Berdasarkan kelarutan didalam air dibagi atas asam amino hidrofobik( tidak senang dengan air terdapat di dalam sel) dan hidrofilik ( senang dengan air. Berdasarkan rantai sampingnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
- Dengan rantai samping alifatik (asam amino non polar atau tidak senang denga air) yaitu Glisin, Alanin, Valin, Leusin, Isoleusin.
- Dengan rantai samping yang mengandung gugus hidroksil (OH), (asam amino polar) yaitu Serin, Treonin, Tirosin.
- Dengan rantai samping yang mengandung atom sulfur (asam amino polar) yaitu Sistein dan metionin.
- Dengan rantai samping yang mengandung gugus asam atau amidanya(gugus R bermuatan negative) yaitu Asam aspartat, Aspargin, Asam glutamate, Glutamin.
- Dengan rantai samping yang mengandung gugus basa (gugus R bermuatan positif): Arginin, lisin, Histidin
- Yang mengandung cincin aromatic : Histidin, Fenilalanin, Tirosin, Triptofan. (rgmaisyah.wordpress.com, 2008)


DAFTAR PUSTAKA
Purba, michael. 2007. kimia. Jakarta: erlangga
www. Wikipedia.org, 2010. asam amin. Diakses 11 Oktober 2010 jam 22.00
www.idonbiu.com, 2009. asam amino dan strukturnya. Diakses 11 Oktober 2010 jam 22.00
rgmaisyah.wordpress.com, 2008. asam amino. Diakses 11 Oktober 2010 jam 22.00
        http://su.jazz.openfun.org .  Sifat-sifat asam amino. Diakses 11 Oktober 2010 jam 22.00














imunologi




Hubungan Antara NKC dan CD 8 Dalam Melakukan Killing Cell

Natural killing cell atau NKC merupakan limfosit yang bergranula besar yang berperan sebagai imunitas non spesifik atau sistem imunitas innate hal ini dikarenakan natural killing cell bekerja tanpa memerlukan waktu untuk menjadi sel efektor dan tanpa spesifikasi dalam mengenali antigen. Meskipun tidak memiliki reseptor yang spesifik seperti sel limfosit B dan limfosit T, NKC dapat mendeteksi sel yang terinfeksi virus. NKC akan bekerja dengan cepat terhadap agen apapun yang masuk, termasuk mikroorganisme yang mempunyai kecepatan berevolusi sangat tinggi selama reseptor nonspesifik dapat mengenalinya, selain itu NKC dapat mengenali struktur molekul yang berada pada patogen yang umumnya tidak dimiliki host. NKC memiliki sedikit aktivitas fagositik, namun mereka dapat melakukan aktivitas sitotoksik/sitolitik terhadap berbagai pathogen. Di dalam NKC  juga mempunyai reseptor inhibisi yang akan mengenali sel normal kemudian menghambat aktivasi NKC, sehingga NKC hanya membunuh sel yang terinfeksi patogen baik virus ataupun bakteri.
Sedangkan CD 8 merupakan bagian dari sel limfosit T yang telah berdiferensiasi menjadi sel yang telah masak. Sel CD 8 disebut juga sel pembunuh dinamakan seperti ini karena dikaitkan dengan fungsi CD 8 yaitu berperan pada respons imun terhadap antigen virus pada sel yang diinfeksi dengan cara membunuh sel yang terinfeksi untuk mencegah penyebaran infeksi virus. CD 8 tergolong imunitas spesifik yaitu karena hanya mampu mengenali antigen yang telah melekat pada reseptor MHC (Major Histocompatibility Complex) kelas 1. Sel limfosit termasuk didalamnya limfosit T CD 8 merupakan bagian dari respon imunitas adaptif, yaitu respon tubuh yang diperantarai oleh antibodi hal ini disebabkan produksi antibodi tersebut melalui suatu proses adaptasi terhadap patogen yang menginfeksi
Proses imunitas terjadi apabila di dalam tubuh diserang oleh patogen, antigen eksogen ( dari agen infeksi) masuk ke dalam tubuh melalui endositosis atau fagositosis. Antigen presenting cell ( APC) merombak antigen eksogen menjadi fragmen peptida selanjutnya terjadi interaksi antara sel T helper dengan antigen yang disajikan oleh APC. Sel T helper (CD 4)  Selanjutnya menghasilkan antigen endogen. Antigen endogen kemudian dirombak menjadi fraksi peptida yang selanjutnya berikatan dengan MHC kelas 1. Limfosit T mengeluarkan CD 8 untuk mengenali antigen endogen yang telah berikatan dengan MHC kelas 1 setelah terdeteksi, CD 8 menghancurkan antigen patogen tersebut. Namun bila patogen yang masuk tidak dapat dihancurkan oleh CD 8 maka sel T akan menghasilkan limfokin untuk memicu NKC untuk menangani patogen yang tidak mampu dimusnahkan CD 8.
Pada umumnya sel yang terinfeksi virus mempunyai mekanisme untuk menghambat ekspresi MHC sehingga terjadi penurunan atau hilangnya ekspresi molekul MHC pada permukaan sel,sehingga kemampuan mempresentasikan antigen asing semakin kecil. Rendahnya presentasi antigen asing inilah yang menyebabkan sel yang terinfeksi virus terhindar dari pemusnahan yang dilakukan sel T sitotoksik yang merupakan bagian dari molekul CD 8. Selanjutnya sel T menghasilkan limfokin, yang mengakibatkan reseptor inhibisi NKC tidak teraktivasi sehingga NKC dapat membunuh sel yang terinfeksi virus. Kemampuan NKC untuk mengatasi infeksi ditingkatkan oleh sitokin yang diproduksi makrofag, diantaranya interleukin-12 (IL-12). NKC juga mengekspresikan reseptor untuk fragmen Fc dari berbagai antibodi IgG. Guna reseptor ini adalah untuk berikatan dengan sel yang telah diselubungi antibodi (antibody-mediated humoral immunity).
            Setelah NKC teraktivasi, sel ini bekerja dengan 2 cara. Pertama, protein dalam granula sitoplasma NKC dilepaskan menuju sel yang terinfeksi, yang mengakibatkan timbulnya lubang di membran plasma sel terinfeksi dan menyebabkan apoptosis. Mekanisme sitolitik oleh NKC serupa dengan mekanisme yang digunakan oleh sel T sitotoksik. Hasil akhir dari reaksi ini adalah NKC membunuh sel yang terinfeksi. Cara kerja yang kedua yaitu NKC mensintesis dan mensekresi interferon-γ (IFN-γ) yang akan mengaktivasi makrofag. NKC dan makrofag bekerja sama dalam memusnahkan mikroba intraselular: makrofag memakan mikroba dan mensekresi IL-12, kemudian IL-12 mengaktivasi NKC untuk mensekresi IFN-γ, dan IFN-γ akan mengaktivasi makrofag untuk membunuh mikroba yang sudah dimakan tersebut. Dan pada akhirnya agen infeksi benar-benar tereliminasi dari tubuh dengan kerjasama dari CD 8 dan NKC






DNA.
1.1 SIFAT KIMIA DAN FISIKA DNA
 Dibawah ini diuraikan beberapa sifat fisika-kimia dari DNA. Sifat-sifat tersebut adalah stabilitas DNA, pengaruh asam, pengaruh alkali, denaturasi kimia, viskositas, dan kerapatan apung.
a.    Stabilitas DNA
Ketika kita melihat struktur tangga berpilin molekul DNA sepintas akan nampak bahwa struktur tersebut menjadi stabil akibat adanya ikatan hidrogen di antara basa-basa yang berpasangan. Tetapi, sebenarnya Ikatan hidrogen di antara pasangan-pasangan basa hanya akan sama kuatnya dengan ikatan hidrogen antara basa dan molekul air apabila DNA berada dalam bentuk rantai tunggal. Jadi, ikatan hidrogen jelas tidak berpengaruh terhadap stabilitas struktur asam nukleat, tetapi sekedar menentukan spesifitas perpasangan basa. 
  Penentu stabilitas struktur DNA terletak pada interaksi penempatan (stacking interactions) antara pasangan-pasangan basa. Permukaan basa yang bersifat hidrofobik menyebabkan molekul-molekul air dikeluarkan dari sela-sela perpasangan basa sehingga perpasangan tersebut menjadi kuat. 
b.   Pengaruh asam
Di dalam asam pekat dan suhu tinggi, misalnya HClO4 dengan suhu lebih dari 100ºC,DNA akan mengalami hidrolisis sempurna menjadi komponen-komponennya. Namun, di dalam asam mineral yang lebih encer, hanya ikatan glikosidik antara gula dan basa purin saja yang putus sehingga asam nukleat dikatakan bersifat apurinik.
c.    Pengaruh alkali
Pengaruh alkali terhadap DNA mengakibatkan terjadinya perubahan status tautomerik basa. Sebagai contoh, peningkatan pH akan menyebabkan perubahan struktur guanin dari bentuk keto menjadi bentuk enolat karena molekul tersebut kehilangan sebuah proton. Selanjutnya, perubahan ini akan menyebabkan terputusnya sejumlah ikatan hidrogen sehingga pada akhirnya rantai ganda DNA mengalami denaturasi.
d.   Denaturasi kimia
Sejumlah bahan kimia diketahui dapat menyebabkan denaturasi DNA pada pH netral. Contoh yang paling dikenal adalah urea (CO(NH2)2) dan formamid (COHNH2). Pada konsentrasi yang relatif tinggi, senyawa-senyawa tersebut dapat merusak ikatan hidrogen. Artinya, stabilitas struktur sekunder DNA menjadi berkurang dan rantai ganda mengalami denaturasi.
e.    Viskositas
DNA kromosom dikatakan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi karena diameternya hanya sekitar 2 nm, tetapi panjangnya dapat mencapai beberapa sentimeter. Dengan demikian, DNA tersebut berbentuk tipis memanjang. Selain itu, DNA merupakan molekul yang relatif kaku sehingga larutan DNA akan mempunyai viskositas yang tinggi. Karena sifatnya itulah molekul DNA menjadi sangat rentan terhadap fragmentasi fisik. Hal ini menimbulkan masalah tersendiri ketika kita hendak melakukan isolasi DNA yang utuh.
f.     Kerapatan apung
Analisis dan pemurnian DNA dapat dilakukan sesuai dengan kerapatan apung (bouyant density)-nya. Di dalam larutan yang mengandung garam pekat dengan berat molekul tinggi, misalnya sesium klorid (CsCl) 8M, DNA mempunyai kerapatan yang sama dengan larutan tersebut, yakni sekitar 1,7 g/cm3.  Jika larutan ini disentrifugasi dengan kecepatan yang sangat tinggi, maka garam CsCl yang pekat akan bermigrasi ke dasar tabung dengan membentuk gradien kerapatan. Begitu juga, sampel DNA akan bermigrasi menuju posisi gradien yang sesuai dengan kerapatannya. Teknik ini dikenal sebagai sentrifugasi seimbang dalam tingkat kerapatan (equilibrium density gradient centrifugation) atau sentrifugasi isopiknik.
g.    Sifat-sifat Spektroskopik-Termal Asam Nukleat
Sifat spektroskopik-termal DNA meliputi kemampuan absorpsi sinar UV, hipokromisitas, serta denaturasi termal dan renaturasi DNA Masing-masing akan dibicarakan sekilas berikut ini.
Absorpsi UV
DNA dapat mengabsorpsi sinar UV karena adanya basa nitrogen yang bersifat aromatik; fosfat dan gula tidak memberikan kontribusi dalam absorpsi UV. Panjang gelombang untuk absorpsi maksimum oleh DNA adalah  260 nm atau dikatakan λmaks = 260 nm. Nilai ini jelas sangat berbeda dengan nilai untuk protein yang mempunyai λmaks = 280 nm.  Sifat-sifat absorpsi DNA dapat digunakan untuk deteksi, kuantifikasi, dan perkiraan kemurniannya.
Hipokromisitas
Meskipun λmaks untuk DNA dan RNA konstan, ternyata ada perbedaan nilai yang bergantung kepada lingkungan di sekitar basa berada. Dalam hal ini, absorbansi pada λ 260 nm (A260) memperlihatkan variasi di antara basa-basa pada kondisi yang berbeda. Nilai tertinggi terlihat pada nukleotida yang diisolasi, nilai sedang diperoleh pada molekul DNA rantai tunggal (ssDNA) atau RNA, dan nilai terendah dijumpai pada DNA rantai ganda (dsDNA). Efek ini disebabkan oleh pengikatan basa di dalam lingkungan hidrofobik. Istilah klasik untuk menyatakan perbedaan nilai absorbansi tersebut adalah hipokromisitas. Molekul dsDNA dikatakan relatif hipokromik (kurang berwarna) bila dibandingkan dengan ssDNA. Sebaliknya, ssDNA dikatakan hiperkromik terhadap dsDNA.
Denaturasi termal dan renaturasi
Di atas telah disinggung bahwa beberapa senyawa kimia tertentu dapat menyebabkan terjadinya denaturasi DNA. Ternyata, panas juga dapat menyebabkan denaturasi asam nukleat. Proses denaturasi ini dapat diikuti melalui pengamatan nilai absorbansi yang meningkat karena molekul rantai ganda (pada dsDNA) akan berubah menjadi molekul rantai tunggal.
Denaturasi termal pada DNA, terjadi sangat cepat dan bersifat koperatif karena denaturasi pada kedua ujung molekul dan pada daerah kaya AT akan mendestabilisasi daerah-daerah di sekitarnya.
Suhu ketika molekul DNA mulai mengalami denaturasi dinamakan titik leleh atau melting temperature (Tm). Nilai Tm merupakan fungsi kandungan GC sampel DNA, dan berkisar dari 80 ºC hingga 100ºC untuk molekul-molekul DNA yang panjang.
DNA yang mengalami denaturasi termal dapat dipulihkan (direnaturasi) dengan cara didinginkan. Laju pendinginan berpengaruh terhadap hasil renaturasi yang diperoleh. Pendinginan yang berlangsung cepat hanya memungkinkan renaturasi pada beberapa bagian/daerah tertentu. Sebaliknya, pendinginan yang dilakukan perlahan-lahan dapat mengembalikan seluruh molekul DNA ke bentuk rantai ganda seperti semula. Renaturasi yang terjadi antara daerah komplementer dari dua rantai asam nukleat yang berbeda dinamakan hibridisasi.

1.2 struktur kimia dan fisik dna

DNA adalah polimer dari nukleotida-nukleotida. Nukleotida-nukleotida dalamDNA dihubungkan satu dengan yang lainnya oleh ikatan fosfodiester, yaitu ikatan yang terjadi antara Carbon katida dari satu nukleotida terdiri dari sebuah gula pantosa (deoksiribosa), satu buah fosfat dan satu basa nitrogen. Basa nitrogen tersebut berikatan dengan carbon pertama dari gula deoksiribosa, sedangkan fosfat berikatan dengan Carbon kelima dari gula yang sama. Basa nitrogen yang menyusun nukleotida dikelompokan menjadi 2 yaitu: 
1.     Purine, yaitu basa nitrogen yang strukturnya berupa dua cincin. Termasuk diantaranya adalah : adenin dan guanin. 
2.     Primidin, yaitu basa nitrogen yang strukturnya berupa satu cincin. Termasuk diantaranya adalah : citosin dan timin.

Struktur kimia Dan fisik dna
1.  Setiap molekul DNA terdiri dari sub unit deoksiribonukleotida monofosfat. Setiap unit tersebut tersusun dari kelompok fosfat yang berikatan dengan gula pada atom karbon no. 5 dengan Carbon no.3 dari gula berikutnya disebut ikatan fosfodiester (Wolf, 1993)
Menurut  Hukum Chargaff susunAN dna: Chargaff meneliti proporsi relatif dari purin dan purimidin dalam suatu DNA dari sejumlah organisma. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam DNA dari organisma apapun jumlah A=T dan C=G. Dengan menggunakan difraksi sinar X diketahui bahwa DNA mempunyai susunan helix.   
2.  Dua rantai polinukleotida tersebut tersusun dalam “a coiled double helix”.
3.  Rantai gula dan fosfat membentuk rangka luar dari helix.   Basa nitrogen-basa nitrogen yang melekat pada gula menonjol ke dalam pusat helix. 
4.  Jarak antara 2 strand adalah 1,1 nm yang diisi oleh basa nitrogen 
5.  Jarak antara 2 basa adalah 3,4 A 
6.  Setiap putaran dalam helix terdapat 10 basa  
7.  Setiap putaran dalam helix mempunyai jarak 34 A  Kedua stran (rantai 1polinukleotida) anti paralel artinya suatu rantai mempunyai arah yang berlawanan dengan rantai pasangannya. Misalnya suatu stran berakhir dengan gugus 5 fosfat sedang rantai pasangannya berakhir dengan gugus 3 OH (hidroksil).
8.  Kedua rantai polinukleotida komplementer artinya urytan nukleotida pada suatu rantai menentukan urutan nukleotida pada rantai pasangannya.
9.  Antara satu basa nitrogen dengan basa pasangannya dihubungkan oleh ikatan hidrogen.
*) Dua ikatan hidrogen antara A dan T
*) Tiga ikatan hidrogen antara C dan G 
10. Basa nitrogen A hanya dapat berpasangan dengan T, sedangkan C dengan G
11.Kemungkinan jumlah urutan basa adalah tidak terbatas, urutan yang berbeda menkode informasi yang berlainan.
1.3 Fungsi DNA sebagai Materi Genetik
DNA sebagai materi genetik pada sebagian besar organisme harus dapat
menjalankan tiga macam fungsi pokok berikut ini.
1. DNA harus mampu menyimpan informasi genetik dan dengan tepat dapat
meneruskan informasi tersebut dari tetua kepada keturunannya, dari generasi ke generasi. Fungsi ini merupakan fungsi genotipik, yang dilaksanakan melalui replikasi.
2. DNA harus mengatur perkembangan fenotipe organisme. Artinya, materi genetik harus mengarahkan pertumbuhan dan diferensiasi organisme mulai dari zigot hingga individu dewasa. Fungsi ini merupakan fungsi fenotipik, yang dilaksanakan melalui ekspresi gen
3. DNA sewaktu-waktu harus dapat mengalami perubahan sehingga organisme yangbersangkutan akan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berubah


1.4 Replikasi DNA
Ada tiga cara teoretis replikasi DNA yang pernah diusulkan, yaitu konservatif
semikonservatif, dan dispersif.
Pada replikasi konservatif seluruh tangga berpilin DNAawal tetap dipertahankan dan akan mengarahkan pembentukan tangga berpilin baru.
Padareplikasi semikonservatif tangga berpilin mengalami pembukaan terlebih dahulu sehinggakedua untai polinukleotida akan saling terpisah. Namun, masing-masing untai ini tetapdipertahankan dan akan bertindak sebagai cetakan (template) bagi pembentukan untapolinukleotida baru.
Sementara itu, pada replikasi dispersif kedua untai polinukleotidamengalami fragmentasi di sejumlah tempat. Kemudian, fragmen-fragmen polinukleotidayang terbentuk akan menjadi cetakan bagi fragmen nukleotida baru sehingga fragmen lama dan baru akan dijumpai berselang-seling di dalam tangga berpilin yang baru.  
             Di antara ketiga cara replikasi DNA yang diusulkan tersebut, hanya cara semikonservatif yang dapat dibuktikan kebenarannya melalui percobaan yang dikenal dengan nama sentrifugasi seimbang dalam tingkat kerapatan atau equilibrium density-gradient centrifugation. Percobaan ini dilaporkan hasilnya pada tahun 1958 oleh M.S. Meselson dan F.W. Stahl.
Komponen utama Replikasi, adalah sebagai berikut :
1. DNA cetakan, yaitu molekul DNA atau RNA yang akan direplikasi.
2. Molekul deoksiribonukleotida, yaitu dATP, dTTP, dCTP, dan dGTp. Deoksiribonukleotida terdiri atas tiga komponen yaitu: (i) basa purin atau pirimidin, (ii) gula 5-karbon( deoksiribosa) dan (iii) gugus fosfat.
3. Enzim DNA polimerase, yaitu enzim utama yang mengkatalisi proses polimerisasi nukleotida menjadi untaian DNA. 
4. Enzim primase, yaitu enzim yang mengkatalisis sintesis primer untuk memulai replikasi DNA.  5. Enzim pembuka ikatan untaian DNA induk, yaitu enzim helikase dan enzim lain yang membantu proses tersebut yaitu enzim girase.
6. Molekul protein yang menstabilkan untaian DNA yang sudah terbuka,yaitu protein SSB (single strand binding protein).
7. Enzim DNA ligase, yaitu suatu enzim yang berfungsi untuk menyambung fragmenfragmen DNA.
Sintesis untaian DNA yang baru akan dimulai segera setelah kedua untaian DNA induk terpisah membentuk garpu replikasi Pemisahan kedua untaian DNA induk dilakukan oleh enzim DNA helikase.       Proses replikasi dimulai ketika enzim DNA helikase memisahkan dua untai DNA heliks ganda, seperti ritsleting terbuka. Kemudian, setiap untai DNA yang “lama” akan berfungsi sebagai cetakan yang menentukan urutan nukleotida di sepanjang untai DNA komplementer baru yang bersesuaian dengan cara mendeteksi basa komplemennya. Sintesis DNA berlangsung dengan orientasi 5'-P  3'-OH. Oleh karena ada dua untaian DNA cetakan yang orientasinya berlawanan, maka sintesis kedua untaian DNA baru juga berlangsung dengan arah geometris yang berlawanan namun semuanya tetap dengan orientasi 5'  3'.   Setelah mendapatkan pasangan yang sesuai, nukleotida yang baru tersebut disambung satu sama lain untuk membentuk tulang punggung gula-fosfat untai DNA yang baru. Jadi, setiap molekul DNA terdiri atas satu untai DNA “lama” dan satu untai DNA “baru”. Sekarang, terdapat dua molekul DNA yang sama persis dengan satu molekul DNA induk. Enzim DNA polimerase memiliki fungsi lain, yaitu mengoreksi DNA yang baru terbentuk, membetulkan setiap kesalahan replikasi, dan memperbaiki DNA yang rusak. Adanya fungsi tersebut menjadikan rangkaian nukleotida DNA sangat stabil dan mutasi jarang terjadi.

1.4 Transkripsi
telah disebutkan bahwa fungsi dasar kedua yang harus dijalankan oleh DNA sebagai materi genetik adalah fungsi fenotipik. Artinya, DNA harus mampu mengatur pertumbuhan dan diferensiasi individu organisme sehingga dihasilkan suatu fenotipe tertentu.  Fungsi ini dilaksanakan melalui ekspresi gen, yang tahap pertamanya adalah proses transkripsi, yaitu perubahan urutan basa molekul DNA menjadi urutan basa molekul RNA. Dengan perkataan lain, transkripsi merupakan proses sintesis RNA menggunakan salah satu untai molekul DNA sebagai cetakan (templat)nya.
Transkripsi mempunyai ciri-ciri kimiawi yang serupa dengan sintesis/replikasi DNA, yaitu
1.      Adanya sumber basa nitrogen berupa nukleosida trifosfat. Bedanya dengan sumber basa untuk sintesis DNA hanyalah pada molekul gula pentosanya yang tidak berupa deoksiribosa tetapi ribosa dan tidak adanya basa timin tetapi digantikan oleh urasil. Jadi, keempat nukleosida trifosfat yang diperlukan adalah adenosin trifosfat (ATP), guanosin trifosfat (GTP), sitidin trifosfat (CTP), dan uridin trifosfat (UTP).
2.      Adanya untai molekul DNA sebagai cetakan. Dalam hal ini hanya salah satu di antara kedua untai DNA yang akan berfungsi sebagai cetakan bagi sintesis molekul RNA. Untai DNA ini mempunyai urutan basa yang komplementer dengan urutan basa RNA hasil transkripsinya, dan disebut sebagai pita antisens. Sementara itu, untai DNA pasangannya, yang mempunyai urutan basa sama dengan urutan basa RNA, disebut sebagai pita sens. Meskipun demikian, sebenarnya transkripsi pada umumnya tidak terjadi pada urutan basa di sepanjang salah satu untai DNA. Jadi, bisa saja urutan basa yang ditranskripsi terdapat berselang-seling di antara kedua untai DNA. 
3.      Sintesis berlangsung dengan arah 5’→ 3’ seperti halnya arah sintesis DNA.
4.      Gugus 3’- OH pada suatu nukleotida bereaksi dengan gugus 5’- trifosfat pada nukleotida berikutnya menghasilkan ikatan fosofodiester dengan membebaskan dua atom pirofosfat anorganik (PPi). Reaksi ini jelas sama dengan reaksi polimerisasi DNA. Hanya saja enzim yang bekerja bukannya DNA polimerase, melainkan RNA polimerase. Perbedaan yang sangat nyata di antara kedua enzim ini terletak pada kemampuan enzim RNA polimerase untuk melakukan inisiasi sintesis RNA tanpa adanya molekul primer.  
Secara garis besar transkripsi berlangsung dalam empat tahap, yaitu pengenalan promoter, inisiasi, elongasi, dan teminasi. Masing-masing tahap akan dijelaskan secara singkat sebagai berikut.
Pengenalan promoter
Agar molekul DNA dapat digunakan sebagai cetakan dalam sintesis RNA, kedua untainya harus dipisahkan satu sama lain di tempat-tempat terjadinya penambahan basa pada RNA. Selanjutnya, begitu penambahan basa selesai dilakukan, kedua untai DNA segera menyatu kembali. Pemisahan kedua untai DNA pertama kali terjadi di suatu tempat tertentu, yang merupakan tempat pengikatan enzim RNA polimerase di sisi 5’ (upstream) dari urutan basa penyandi (gen) yang akan ditranskripsi. Tempat ini dinamakan promoter.
Inisiasi
Setelah mengalami pengikatan oleh promoter, RNA polimerase akan terikat pada suatu tempat di dekat promoter, yang dinamakan tempat awal polimerisasi atau tapak inisiasi (initiation site). Tempat ini sering dinyatakan sebagai posisi +1 untuk gen yang akan ditranskripsi. Nukleosida trifosfat pertama akan diletakkan di tapak inisiasi dan sintesis RNA pun segera dimulai.
Elongasi
Pengikatan enzim RNA polimerase beserta kofaktor-kofaktornya pada untai DNA cetakan membentuk kompleks transkripsi. Selama sintesis RNA berlangsung kompleks transkripsi akan bergeser di sepanjang molekul DNA cetakan sehingga nukleotida demi nukleotida akan ditambahkan kepada untai RNA yang sedang diperpanjang pada ujung 3’ nya. Jadi, elongasi atau polimerisasi RNA berlangsung dari arah 5’ ke 3’, sementara RNA polimerasenya sendiri bergerak dari arah 3’ ke 5’ di sepanjang untai DNA cetakan.
Terminasi
Berakhirnya polimerisasi RNA ditandai oleh disosiasi kompleks transkripsi atau terlepasnya enzim RNA polimerase beserta kofaktor-kofaktornya dari untai DNA cetakan. Begitu pula halnya dengan molekul RNA hasil sintesis. Hal ini terjadi ketika RNA polimerase mencapai urutan basa tertentu yang disebut dengan terminator.
Terminasi transkripsi dapat terjadi oleh dua macam sebab, yaitu terminasi yang hanya bergantung kepada urutan basa cetakan (disebut terminasi diri) dan terminasi yang memerlukan kehadiran suatu protein khusus (protein rho). Di antara keduanya terminasi diri lebih umum dijumpai. Terminasi diri terjadi pada urutan basa palindrom yang diikuti oleh beberapa adenin (A). Urutan palindrom adalah urutan yang sama jika dibaca dari dua arah yang berlawanan. Oleh karena urutan palindom ini biasanya diselingi oleh beberapa basa tertentu, maka molekul RNA yang dihasilkan akan mempunyai ujung terminasi berbentuk batang dan kala (loop) seperti pada Gambar 5.1.
Inisiasi transkripsi tidak harus menunggu selesainya transkripsi sebelumnya. Hal ini karena begitu RNA polimerase telah melakukan pemanjangan 50 hingga 60 nukleotida, promoter dapat mengikat RNA polimerase yang lain. Pada gen-gen yang ditranskripsi dengan cepat reinisiasi transkripsi dapat terjadi berulang-ulang sehingga gen tersebut akan terselubungi oleh sejumlah molekul RNA dengan tingkat penyelesaian yang berbeda-beda.

1.5 Faktor-faktor Penentu Struktur DNA
Struktur untaian (helix) DNA ditentukan oleh tumpukan (stacking) basa-basa nukleotida berdekatan yang ada pada satu untai, sedangkan struktur untai-gandanya ditentukan oleh ikatan hidrogen antara basa-basa yang berpasangan.
a.        Tumpukan-basa
Basa-basa purin dan pirimidin yang menyusun molekul DNA terletak pada suatu bidang datar yang tegak lurus terhadap aksis untaian DNA. Oleh karena itu, molekul DNA dapat dianggap sebagai tumpukan-basa-basa nukleotida.
b.   Ikatan hidrogen
Pada molekul DNA, ikatan hidrogen berperanan di dalam membentuk struktur heliks antara untaian yang berpasangan. Pasangan antara nukleotida A-T ditentukan oleh adanya dua ikatan hidrogen, sedangkan antara G-C ditentukan oleh adanya tiga ikatan hidrogen.
c. Kandungan DNA dan kapasitas genetik
Semakin kompleks suatu jasad maka semakin besar pula kandungan DNA-nya per sel haploid (dikenal seagai C value). Jasad yang mempunyai nilai-C yang lebih besar tidak selalu berarti mempunyai lebih banyak gen dibanding dengan jasad yang nilai-C-nya kecil. C value paradox dapat terjadi karena beberapa kelompok jasad mempunyai banyak urutan basa DNA yang tidak mengkode asam amino (non-coding DNA). Urutan basa DNA semacam ini banyak terdapat pada bagian intron dan urutan berulang (repetitive DNA).
d. Enzim yang dapat mendepolimerisasi DNA
Molekul DNA dapat didepolimerisasi menjadi komponen dasar penyusunnya (yaitu nukleotida) dengan menggunakan enzim nuklease. Enzim nuklease terdiri atas beberapa tipe yang secara umum dibedakan menjadi (1) DNase (mendepolimerisasi DNA) dan (2) RNase (mendepolimerisasi RNA). DNase ada yang hanya memotong molekul DNA untai-tunggal dan ada yang hanya memotong DNA untai-ganda. DNase dapat dibedakan lagi menjadi 2 macam, yaitu: (1) eksonuklease, yaitu DNase yang memotong DNA dari ujung molekul 5’ atau dari ujung 3’, dan (2) endonuklease, yaitu DNase yang memotong DNA dari bagian dalam untaian DNA.
1.6 sekuening DNA
Prinsip Sekuensing DNA
Molekul DNA rekombinan yang memperlihatkan hasil positif dalam reaksi hibridisasi dengan fragmen pelacak sangat diduga sebagai molekul yang membawa fragmen sisipan atau bahkan gen yang diinginkan. Namun, hal ini masih memerlukan analisis lebih lanjut untuk memastikan bahwa fragmen tersebut benar-benar sesuai dengan tujuan kloning. Analisis antara lain dapat dilakukan atas dasar urutan (sekuens) basa fragmen sisipan.
Penentuan urutan (sekuensing) basa DNA pada prinsipnya melibatkan produksi seperangkat molekul/fragmen DNA yang berbeda-beda ukurannya tetapi salah satu ujungnya selalu sama. Selanjutnya, fragmen-fragmen ini dimigrasikan/dipisahkan menggunakan elektroforesis gel poliakrilamid atau polyacrylamide gel electrophoresis (PAGE) agar pembacaan sekuens dapat dilakukan. Di bawah ini akan diuraikan sekilas dua macam metode sekuensing DNA.
Metode Maxam-Gilbert
Metode sekuensing DNA yang pertama dikenal adalah metode kimia yang dikembangkan oleh A.M. Maxam dan W. Gilbert pada tahun 1977. Pada metode ini fragmen-fragmen DNA yang akan disekuens harus dilabeli pada salah satu ujungnya, biasanya menggunakan fosfat radioaktif atau suatu nukleotida pada ujung 3’. Metode Maxam-Gilbert dapat diterapkan baik untuk DNA untai ganda maupun DNA untai tunggal dan melibatkan pemotongan basa spesifik yang dilakukan dalam dua tahap.
Molekul DNA terlebih dahulu dipotong-potong secara parsial menggunakan piperidin. Pengaturan masa inkubasi atau konsentrasi piperidin akan menghasilkan fragmen-fragmen DNA yang bermacam-macam ukurannya. Selanjutnya, basa dimodifikasi menggunakan bahan-bahan kimia tertentu. Dimetilsulfat (DMS) akan memetilasi basa G, asam format menyerang A dan G, hidrazin akan menghidrolisis C dan T, tetapi garam yang tinggi akan menghalangi reaksi T sehingga hanya bekerja pada C. Dengan demikian, akan dihasilkan empat macam fragmen, masing-masing dengan ujung G, ujung A atau G, ujung C atau T, dan ujung C.
        Hasil dari metode ini dapat diketahui sekuens fragmen DNA yang dipelajari atas dasar laju migrasi masing-masing pita. Lajur kedua berisi fragmen-fragmen yang salah satu ujungnya adalah A atau G. Untuk memastikannya harus dilihat pita-pita pada lajur pertama. Jika pada lajur kedua terdapat pita-pita yang posisi migrasinya sama dengan posisi migrasi pada lajur pertama, maka dapat dipastikan bahwa pita-pita tersebut merupakan fragmen yang salah satu ujungnya adalah G. Sisanya adalah pita-pita yang merupakan fragmen dengan basa A pada salah satu ujungnya. Cara yang sama dapat kita gunakan untuk memastikan pita-pita pada lajur ketiga, yaitu dengan membandingkannya dengan pita-pita pada lajur keempat.
Seperti halnya pada elektroforesis gel agarosa  laju migrasi pita menggambarkan ukuran fragmen. Makin kecil ukuran fragmen, makin cepat migrasinya. Dengan demikian, ukuran fragmen pada contoh tersebut di atas dapat diurutkan atas dasar laju/posisi migrasinya. Jadi, kalau diurutkan dari yang terkecil hingga yang terbesar, hasilnya adalah fragmen-fragmen dengan ujung TTGCCCCGCGTGGCGCAAAGG. Inilah sekuens fragmen DNA yang dipelajari.
Metode Sanger
Dewasa ini metode sekuensing Maxam-Gilbert sudah sangat jarang digunakan karena ada metode lain yang jauh lebih praktis, yaitu metode dideoksi yang dikembangkan oleh A. Sanger dan kawan-kawan pada tahun 1977 juga.
Metode Sanger pada dasarnya memanfaatkan dua sifat salah satu subunit enzim DNA polimerase yang disebut fragmen klenow. Kedua sifat tersebut adalah kemampuannya untuk menyintesis DNA dengan adanya dNTP dan ketidakmampuannya untuk membedakan dNTP dengan ddNTP. Jika molekul dNTP hanya kehilangan gugus hidroksil (OH) pada atom C nomor 2 gula pentosa, molekul ddNTP atau dideoksi nukleotida juga mengalami kehilangan gugus OH pada atom C nomor 3 sehingga tidak dapat membentuk ikatan fosfodiester. Artinya, jika ddNTP disambungkan oleh fragmen klenow dengan suatu molekul DNA, maka polimerisasi lebih lanjut tidak akan terjadi atau terhenti. Basa yang terdapat pada ujung molekul DNA ini dengan sendirinya adalah basa yang dibawa oleh molekul ddNTP.
Dengan dasar pemikiran itu sekuensing DNA menggunakan metode dideoksi dilakukan pada empat reaksi yang terpisah. Keempat reaksi ini berisi dNTP sehingga polimerisasi DNA dapat berlangsung. Namun, pada masing-masing reaksi juga ditambahkan sedikit ddNTP sehingga kadang-kadang polimerisasi akan terhenti di tempat -tempat tertentu sesuai dengan ddNTP yang ditambahkan. Jadi, di dalam tiap reaksi akan dihasilkan sejumlah fragmen DNA yang ukurannya bervariasi tetapi ujung 3’nya selalu berakhir dengan basa yang sama. Sebagai contoh, dalam reaksi yang mengandung ddATP akan diperoleh fragmen-fragmen DNA dengan berbagai ukuran yang semuanya mempunyai basa A pada ujung 3’nya. 
Untuk melihat ukuran fragmen-fragmen hasil sekuensing tersebut dilakukan elektroforesis menggunakan gel poliakrilamid sehingga akan terjadi perbedaan migrasi sesuai dengan ukurannya masing-masing. Setelah ukurannya diketahui, dilakukan pengurutan fragmen mulai dari yang paling pendek hingga yang paling panjang, yaitu fragmen dengan ujung C (satu basa) hingga fragmen dengan ujung G (sembilan basa). Dengan demikian, hasil sekuensing yang diperoleh adalah CCACGTATG. Urutan basa DNA yang dicari adalah urutan yang komplementer dengan hasil sekuensing ini, yaitu GGTGCATAC.
Ketika sekuens suatu fragmen DNA telah diketahui, hanya ada sedikit sekali gambaran yang dapat diperoleh dari sekuens tersebut. Analisis sekuens perlu dilakukan untuk mengetahui beberapa karakteristik pentingnya seperti peta restriksi, rangka baca, kodon awal dan kodon akhir, atau kemungkinan tempat promoternya. Di samping itu, perlu juga dipelajari hubungan kekerabatan suatu sekuens baru dengan beberapa sekuens lainnya yang telah terlebih dahulu diketahui. Biasanya, analisis semacam itu dilakukan menggunakan paket-paket perangkat lunak, misalnya paket GCG Universitas Wisconsin dan DNAstar.
Proyek-proyek Sekuensing Genom
Sejalan dengan berkembangnya mesin-mesin sekuensing DNA automatis (automatic DNA sequencer), sejumlah organisasi telah memberikan perhatian dan dukungan dana bagi penentuan sekuens genom berbagai spesies organisme penting. Beberapa genom yang ukurannya sangat kecil seperti genom virus HIV dan fag λ telah disekuens seluruhnya. Genom sejumlah bakteri, misalnya E. coli (4,6 x 106 pb), dan khamir Saccharomyces cerevisiae (2,3 x 107 pb) juga telah selesai disekuens. Sementara itu, proyek sekuensing genom tanaman Arabidopsis thaliana (6,4 x 107 pb) dan nematoda  Caenorhabditis elegans saat ini masih berlangsung. Proyek Genom Manusia (Human Genom Project), yang diluncurkan pada tahun 1990 dan sebenarnya diharapkan selesai pada tahun 2005, ternyata berakhir dua tahun lebih cepat daripada jadwal yang telah ditentukan.
Pada genom manusia dan genom-genom lain yang berukuran besar biasanya dilakukan pemetaan kromosom terlebih dahulu untuk mengetahui lokus-lokus gen pada tiap kromosom. Selanjutnya, perpustakaan gen untuk suatu kromosom dikonstruksi menggunakan vektor YACs (lihat Bab XI) dan klon-klon YACs yang saling tumpang tindih diisolasi hingga panjang total kromosom tersebut akan tercakup. Demikian seterusnya untuk kromosom-kromosom yang lain hingga akhirnya akan diperoleh sekuens genom total yang sambung-menyambung dari satu kromosom ke kromosom berikutnya
1.7 kerusakan DNA
DNA adalah molekul sel yang sangat rentan terhadap kerusakan. Kerusakan DNA adalah perubahan dalam strutur dasar dan dan fungsi rantai DNA. paparan radiasi, trauma fisik, bahan kimia dan bahkan metabolisme normal DNA dapat menimbulkan timbulnya bermacam lesi DNA.
Penyebab kerusakan DNA sendiri dapat dibagi dalam dua faktor. Faktor intrinsik meliputi oksigen dan hasil metabolismenya (ROS), rekombinasi sintesis imunoglobulin dan kegagalan proses replikasi DNA. Sedangkan faktor ekstrinsik tergantung kadar dan durasi rangsangan, yang akan mempengaruhi sensitifitas sel, meliputi irradiasi sel, misalnya ultra violet radiation (UVR), ionizing radiation (IR) yang akan menyebabkan cross link dan rusaknya rantai DNA. Selain itu bahan kimia yang bersifat mutagenik/karsinogenik juga dapat mempengaruhi integritas DNA dan replikasinya.
Kerusakan DNA berpengaruh pada struktur rantai Double helix DNA, adanya kerusakn DNA menyebabkan rantai dna tidak berpasangan dengan rantai dna yang seharusnya, atau mendapat pasangan rantai baru yang tidak sesuai
Kerusakan DNA dapat menyebabkan terjadinya delesi. Delesi adalah salah satu macam perubahan struktur kromosom, yaitu hilangnya suatu segmen dari kromosom beserta gen-gen yang terdapat padanya. Adanya delesi biasanya karena pengaruh penyinaran dengan sinar X, radioaktif serta bahan lain yang berpengaruh kuat.
Delesi dapat terjadi apabila sebuah kromosom putus di dua tempat, sehingga bagian yang putus akan melepaskan diri dan tertinggal dalam plasma dan akan hilang.


Daftar Pustaka
Poedjiadi, Anna. 2005.Dasar-dasar Biokimia.UI press.Jakarta
Stryer, L. 1988, Biochemistry, thrid edition. Stanford University, W.H. Freeman and Company, New York 
Wolf, L.S., 1993, Molecular and cellular Biology. California: Wardsworth Publishing Company      
D. L. Nelson and M. M. Cox. Lehninger Principles of Biochemistry. Worth Publishers, 3rd edition, 2000.